Kamis, 01 November 2012

Makna Hari Raya Saraswati

 (Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" Oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)

Saraswati adalah nama dewi, Sakti Dewa Brahma (dalam konteks ini, sakti berarti istri). Dewi Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali disebutkan "Hyang Hyangning Pangewruh." Di India umat Hindu mewujudkan Dewi Saraswati sebagai dewi yang amat cantik bertangan empat memegang: wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri (japa mala) dan bunga teratai. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan di sebe-lahnya ada burung merak. Dewi Saraswati oleh umat di India dipuja dalam wujud Murti Puja. Umat Hindu di Indonesia memuja Dewi Saraswati dalam wujud hari raya atau rerahinan.

Hari raya untuk memuja Saraswati dilakukan setiap 210 hari yaitu setiap hari Sabtu Umanis Watugunung. Besoknya, yaitu hari Minggu Paing wuku Sinta adalah hari Banyu Pinaruh yaitu hari yang merupakan kelanjutan dari perayaan Saraswati. Perayaan Saraswati berarti mengambil dua wuku yaitu wuku Watugunung (wuku yang terakhir) dan wuku Sinta (wuku yang pertama). Hal ini mengandung makna untuk mengingatkan kepada manusia untuk menopang hidupnya dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari Sang Hyang Saraswati. Karena itulah ilmu penge-tahuan pada akhirnya adalah untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Saraswati.

Pada hari Sabtu wuku Watugunung itu, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara Saraswati. Upacara Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati, dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari.

Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.

Besoknya pada hari Radite (Minggu) Paing wuku Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan. Upacara yang dilakukan yakni menghaturkan laban nasi pradnyam air kumkuman dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Upacara lalu ditutup dengan matirtha. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan.

Filosofi dan Mitologi

Upacara dan upakara dalam agama Hindu pada hakikatnya mengandung makna filosofis sebagai penjabaran dari ajaran agama Hindu. Secara etimologi, kata Saraswati berasal dari Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang berarti "sesuatu yang mengalir" atau "ucapan". Kata Wati artinya memiliki. Jadi kata Saraswati secara etimologis berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis mes-kipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.

Sebagaimana disebutkan, Saraswati juga berarti makna ucapan atau kata yang bermakna. Kata atau ucapan akan memberikan makna apabila didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar orang untuk menjadi manusia yang bijaksana. Kebijaksanaan merupakan dasar untuk mendapatkan kebahagiaan atau ananda. Kehidupan yang bahagia itulah yang akan mengantarkan atma kembali luluh dengan Brahman.

Dalam upacara atau hari raya Saraswati, bagi umat Hindu di Indonesia, upacara dihaturkan dalam tumpukan lontar-lontar atau buku-buku keagamaan dan sastra termasuk pula buku-buku ilmu pengetahuan lainnya. Bagi umat Hindu di Indonesia aksara yang merupakan lambang itulah sebagai stana Dewi Saraswati. Aksara dalam buku atau lontar adalah rangkaian huruf yang membangun ilmu pengetahuan aparawidya maupun parawidya. Aparawidya adalah ilmu pengetahuan tentang ciptaan Tuhan seperti Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Parawidya adalah ilmu pengetahuan tentang sang pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu di Indonesia - juga di Bali - tidak ada pelinggih khusus untuk memuja Saraswati yang di Bali diberi nama lengkap Ida Sang Hyang Aji Saraswati.

Gambar atau patung Dewi Saraswati yang dikenal di Indonesia berasal dari India. Dewi Saraswati ada digambarkan duduk dan ada pula versi yang berdiri di atas angsa dan bunga padma. Ada juga yang berdiri di atas bunga padma, sedangkan angsa dan burung meraknya ada di sebelah menyebelah dengan Dewi Saraswati. Tentang perbedaan versi tadi bukanlah masalah dan memang tidak perlu dipersoalkan. Yang terpenting dari penggambaran Dewi Saraswati itu adalah makna filosofi yang ada di dalam simbol gambar tadi. Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat merangsang munculnya nafsu birahi.

Kecantikan Dewi Saraswati adalah kecantikan yang penuh wibawa. Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. Karena itu dalam Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. Orang yang demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali. Sedangkan cakepan atau daun lontar yang dibawa Dewi Saraswati merupakan lambang ilmu pengetahuan. Sedangkan genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa. Ber-japa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi Tuhan adalah ilmu yang sesat.

Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi. Bunga padma adalah lambang Bhuana Agung stana Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti ilmu pengetahuan yang suci itu memiliki Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Teratai juga merupakan lambang kesucian sebagai hakikat ilmu pengetahuan.

Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka. Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah.

Bunga Padma atau bunga teratai adalah bunga yang melambangkan alam semesta dengan delapan penjuru mata anginnya (asta dala) sebagai stana Tuhan. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan. Sehubungan dengan ini, Swami Sakuntala Jagatnatha dalam buku Introduction of Hinduisme menjelaskan bahwa ilmu yang dapat dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau sombong. Karena itu ilmu itu harus diserahkan pada Dewi Saraswati sehingga pemiliknya menjadi penuh wibawa karena egoisme atau kesombongan itu telah disingkirkan oleh kesucian dari Dewi Saraswati. Ilmu pengetahuan adalah untuk memberi pelayanan kepada manusia dan alam serta untuk persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di dalam upakara yang disebut Banten Saraswati salah satu unsurnya ada disebut jajan Saraswati. Jajan ini dibuat dari tepung beras berwarna putih dan berisi lukisan dua ekor binatang cecak. Mata cecak itu dibuat dari injin (beras hitam) dan di sebelahnya ada telur cecak. Dalam banten Saraswati itu mempunyai arti yang cukup dalam. Menurut para ahli Antropologi, bangsa-bangsa Austronesia memiliki kepercayaan bahwa binatang melata seperti cecak diyakini memiliki kekuatan dan kepekaan pada getaran-getaran spiritual. Jajan Saraswati yang berisi gambar cecak memberi pelajaran bahwa ilmu pengetahuan itu jangan hanya berfungsi mengembangkan kekuatan ratio atau pikiran saja, tetapi harus mampu mendorong manusia untuk memiliki kepekaan intuisi sehingga dapat menangkap getaran-getaran rohani.

Dalam lontar Saraswati juga memakai daun beringin. Daun beringin adalah lambang kelanggengan atau keabadian serta pengayoman. Ini berarti ilmu pengetahuan itu bermaksud mengantarkan kepada kehidupan yang kekal abadi. Ilmu pengetahuan juga berarti pengayoman.

Tentang Dewi Saraswati ada cerita menarik yang terdapat dalam Utara Kanda bagian dari epos Ramayana. Dalam cerita tersebut dikisahkan Dewi Saraswati bersemayam secara gaib di lidah Kumbakarna sehingga dunia terhindar dari kekacauan. Alkisah Resi Waisrawa beristri Dewi Kaikaisi. Pasangan Resi ini berputra empat orang, tiga orang laki dan seorang perempuan. Putra sang resi yang pertama bernama Dasa Muka (Rahwana), kedua Kumbakarna, ketiga bernama Dewi Surpanaka dan yang terkecil bernama Gunawan Wibhisana. Sang Resi menugaskan putra laki-lakinya supaya bertapa di gunung Gokarna. Ketiga putra Resi Waisrawa itu kemudian membangun tempat pertapaan yang terpisah-pisah di gunung Gokarna. Bertahun-tahun mereka bertapa dengan teguh dan tekunnya. Karena ketekunannya itu, lalu Dewa Brahma berkenan memberikan anugrah.

Pertama-tama Dewa Brahma mendatangi Rahwana. Dewa Brahma menanyakan tentang apa yang diharapkan dalam tapanya ini. Rahwama mengajukan permohonan dapat kiranya Dewa Brahma menganugrahkan kekuasaan di seluruh dunia. Semua dewa, gandarwa, manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tunduk padanya. Permohonan Rahwana ini dikabulkan.

Selanjutnya Dewa Brahma menuju pertapaan Gunawan Wibhisana dan menyatakan pula akan memberikan anugrah atas tapanya. Gunawan Wibhisana menyampaikan permohonannya dapat kiranya Dewa Brahma memberikan anugrah berupa kesehatan dan ketenangan rohani, memiliki sifat-sifat utama dan taat melakukan pemujaan kepada Tuhan. Dewa Brahma mengabulkan permohonan Wibhisana. Begitu Dewa Brahma akan beranjak menuju pertapaan Kumbakarna para dewa berdatang sembah kepada Dewa Brahma. Para dewa memohon agar Dewa Brahma tidak menganugrahkan permohonan Kumbakarna. Pasalnya, Kumbakarna berbadan raksasa yang maha hebat. Kalau ia punya kesaktian, sungguh sangat membahayakan keselamatan manusia di dunia. Meskipun ada permohonan para dewa itu, Dewa Brahma bertekad memberikan anugrah. Sebab, jika tidak, Brahma merasa berlaku tidak adil kepada ketiga putra Resi Waisrawa. Apalagi Kumbakarna juga melakukan tapa yang tekun sehingga layak mendapat anugrah. Namun untuk memenuhi permohonan para dewa itu, Dewa Brahma punya akal. Istri atau saktinya yaitu Dewi Saraswati diutus supaya berstana di lidah Kumbakarna dan bertugas untuk membuat lidahnya salah ucap.

Setelah itu Dewa Brahma datang memberikan anugrah pada Kumbakarna. Kumbakarna memohon anugrah yakni agar selama hidupnya selalu senang. Karena itu ia semestinya mengucapkan "suka sada". Namun akibat Saraswati membelokkan lidah Kumbakarna, ucapan yang terlontar dari mulut raksasa tinggi besar itu adalah "supta sada" yang artinya selalu tidur. Suka artinya senang dan supta artinya tidur. Andaikata Kumbakarna mendapatkan anugrah hidup bersenang-senang, maka besar kemungkinannya ia selalu meng-humbar hawa nafsu. Raksasa yang menghumbar hawa nafsu tentu akan dapat mengacaukan kehidupan di dunia. Demikianlah peranan Dewi Saraswati, dengan kata-kata yang tersaring dalam lidah dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan.

Di dalam kesusastraan Weda, Saraswati adalah nama sungai yang disebut Dewa Nadi artinya sungainya para dewa. Sungai Saraswati terletak di selatan daerah Brahmawarta atau Kuruksetra. Di sebelah utara Kuruksetra ada sungai bernama sungai Dasdwati. Kedua sungai itu diyakini berasal dari Indraloka. Karena itulah disebut Dewa Nadi. Keterangan ini juga diuraikan dalam Manawa Dharmasastra II,17. Karena itulah sungai Saraswati amat dihormati dalam puja mantra agama Hindu seperti dalam mantra Sapta Tirtha atau Sapta Gangga uang menyebutkan tujuh sungai utama di India. Tujuh sungai itu yaitu sungai Gangga, Saraswati, Shindu, Wipasa, Kausiki, Yamuna dan Serayu. Dalam mantram Surya Sewana, Saraswati dipuja pula dalam Catur Resi yaitu Sarwa Dewa, Sapta Resi, Sapta Pitara dan Saraswati.

Dewi Saraswati diyakini pula sebagai pemelihara kitab suci Weda. Hal ini diceritakan dalam Salya Parwa sebagai berikut. Di lembah sungai Saraswati, terdapat tujuh resi ahli Weda yaitu Resi Gautama, Bharadwaja, Wiswamitra, Yamadageni, Resi Wasistha, Kasiyapa dan Atri. Ketika musim kemarau datang, keadaan di lembah sungai Saraswati itu kering. Tumbuh-tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik. Bahan makanan pun menjadi sulit didapat. Karena keadaan alam yang gersang seperti itu, Sapta Resi itupun pindah ke tempat lain. Sedangkan putra Dewi Saraswati yang bernama Saraswata masih setia bertempat tinggal di lembah sungai Saraswati. Karena kesetiaannya tinggal di tempat itu, Saraswata mendapat perlindungan dari ibunya. Saraswata tetap mendapat bahan makanan dari lembah sungai itu. Para Resi yang meninggalkan lembah sungai Saraswati, lambat laun tidak tahan pada keadaan yang dialaminya. Karena di tempatnya yang baru, mereka sulit juga mengubah nasib. Lagi pula para resi tadi telah lupa pada isi Weda. Padahal, memahami Weda merupakan suatu kewajiban yang mutlak sebagai identitas seorang resi. Gelar resinya akan tanpa makna kalau sampai lupa pada isi Weda.

Keadaan itu menyebabkan sang Sapta Resi kembali ke lembah sungai Saraswati. Di lembah sungai Saraswati itulah para resi mohon kesediaan Dewi Saraswati membangkitkan kesadarannya untuk kembali dapat memahami isi Weda yang merupakan tugas pokoknya. Dewi Saraswati memberi anugrah apabila para resi bersedia menjadi siswanya. Para resi bertanya, apakah patut orang yang lebih tua berguru pada yang muda karena Dewi Saraswati masih sangat muda. Terhadap pertanyaan ini, Dewi Saraswati menjelaskan, seorang guru kerohanian tidaklah tergantung pada umurnya, kekayaannya, kebangsawanannya. Seorang guru kerohanian patut dilihat dari kemampuannya menguasai dan menyampaikan isi Weda. Kedewasaan spiritual Wedalah yang menjadi patokan utama. Penjelasan itu yang menyebabkan semua resi tetap berguru pada Dewi Saraswati.

Setelah kejadian itu, datang lagi enam puluh ribu orang menghadap Dewi Saraswati agar diterima sebagai murid karena ingin mendalami lautan rohani Weda. Lewat para resi dan siswa tadi, Dewi Saraswati mengidupkan dan menyebarkan isi Veda ke seluruh pelosok dunia.

Mitologi Dewi Saraswati dijelaskan pula dalam kitab Aiterya Brahmana. Dikisahkan seorang pendeta bernama Resi Kawasa keturunan Sudra Wangsa. Pada suatu hari, sang resi memimpin suatu upacara yajña. Karena resi itu keturunan Sudra Wangsa, maka sang resi dilarang memimpin upacara oleh pendeta dari Wangsa Brahmana. Sang resi Kawasa diusir dan dibuang ke padang pasir dengan tujuan agar ia mati di tengah-tengah padang pasir yang gersang itu. Setelah ia berada di tengah-tengah padang pasir, Resi Kawasa tetap melakukan pemujaan kepada Tuhan. Karena khusuknya pemujaan, turunlah Dewi Saraswati dengan penuh kasih sayang. Resi Kawasa pun diajarkan Weda mantra lengkap dengan Stuti dan Stotranya. Karena ketekunannya, semua pelajaran dari Dewi Saraswati dapat dikuasainya dengan baik. Kesucian dan kemampuan Resi Kawasa akhirnya jauh meningkat dari sebelumnya.

Dewi Saraswati menganggap, kemampuan Resi Kawasa sudah luar biasa. Sang resi pun diizinkan kembali ke tempatnya oleh Dewi Saraswati. Setelah ia sampai di tempatnya semula, pendeta dari Wangsa Brahmana itu amat kagum atas keberhasilan Resi Kawasa. Resi Kawasa memang mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi. Akibat keutamaannya itu, Resi Kawasa diakui semua umat dan semua resi sebagai brahmana pendeta sejati.

Demikianlah kekuasaan Dewi Saraswati akan dapat memberikan peningkatan kesucian dan kehormatan kepada mereka yang memujanya dengan sungguh-sunguh.

Pada Hari Raya Saraswati Tentang bunga padma yang di Bali disebut bunga tunjung dipegang oleh salah satu tangan patung atau gambar Dewi Saraswati adalah memiliki lambang-lambang tersendiri. Di dalam Kakawin Saraswati disebutkan, bunga padma putih yang sedang kembang merupakan lambang jantung di Bhuana Alit. Padma merah ada dalam hati, padma biru ada dalam empedu. Budi suci sebagai aliran sungai Sindhu selalu meyakini kesuburan bunga-bunga padma yang berwarna-warni itu. Kecakapan bagaikan aliran sungai Narmada. Kemurnian hatiku sebagai sungai Gangga. Dewi Saraswati berstana di lidah dan Dewi Irawati berstana di mata. Demikianlah tujuan pemujaan Dewi Saraswati. Kalau tujuan pemujaan Dewi Saraswati dapat tercapai maka terhindarlah kita dari godaan penyakit, kelakuan jahat dan buruk.

Semua perumpamaan itu adalah suatu metoda seni sastra agama untuk mendatang kehalusan budi. Agama mengarahkan hidup, ilmu pengetahuan memudahkan hidup, sedangkan seni menghaluskan hidup. Karena itulah, memuja Tuhan Yang Maha Esa menurut pandangan Hindu juga menggunakan aspek seni. Pemujaan kepada Dewi Saraswati tiada lain adalah memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya sebagai sumber ilmu pengetahuan suci Weda. Menggapai kesucian Weda hendaknya juga melalui seni budaya yang indah. Khususnya yang didasarkan oleh keindahan seni itulah yang akan dapat dijadikan dasar untuk mencapai kesucian Sang Hyang Weda.

Hari Saraswati merupakan manifestasi Hyang Widhi sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan, Kekuatan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya ini dilambangkan dengan seorang Dewi, Dewi membawa alat musik, Genitri,, Pustaka suci, Teratai, serta duduk di atas angsa.

1. Dewi simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu indah, cantik, menarik, dan lemah lembut dan mulia
2. Alat musik simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu seni budaya yang agung
3. Genetri simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu tak terbatas dan kekal abadi
4. Pustaka suci simbol, bahwa itu sumber ilmu pengetahuan yang suci
5. Teretai simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan kesucian Hyang Widhi
6. Anga adalah simbol kebijaksanaan, Angsa bisa membedakan antara yang baik dan buruk.

Rabu, 19 September 2012

Babad Arya Kanuruhan (Brangsinga,Tangkas,Pegatepan)

LELUHUR KELUARGA ARYA KANURUHAN DI TANAH JAWA.
 Untuk menelusuri leluhur keluarga Tangkas di lanah Jawa, kita tidak dapat lepas dari kerajaan Kediri karena leluhur Tangkas ini dibesarkan di keraton Kediri Pada tahun 1222, maka memerintahlah raja Kediri yang tcrakhir yang bcrnama Kcrtajaya ( sering disebut dangan nama Dandang Gendis Kemudian raja Kertajaya mendapat serangan dari Ken Arok, sehingga terjadilah pertempuran yang sengit antara Ken Arok dan pasukan Kediri dimana pasukan Kedin berhasil dikalahkan dalam pertempuran. Di dalam masa kehancuran dari kerajaan Kediri ini, maka pasukan Kediri lari tunggang langgang.

Maka tersebut dua orang perwira yang sangat gagah berani yang masih ada hubungan darah dengan Jaya Katowang dan Ciwa Waringin yaitu Jaya Katha dan Jaya Waringin. Didalam pertempuran yang sengit Jaya Katha dapat pula melarikan diri beserta dengan istrinya de daerah Tumapel, dimana istri tersebut scdang hamil !tia Di daerah Tumapcl inilah beliau disambut oleh keluarga Gajah Para ( keluarga dan istri) (Jan keluarga Kebo !jo.
Di daerah Tumapel beliau lama disana yang akhimya beliau mclahirkan putra 3 ( tiga ) orang seperti tersebut dalam Babad Arya Kanuruhan sebagai berikut :
Pira kunang Suwenira hanengkana marek pawekang kala, ri wekasan Jaya Katha awangsa jaiu tatiga; Jyesta abhiseka Arya Wayahnn Dalem Manyeneng. Panghulu apanagaran Arya Katanggaran, Pamungsu Arya Nuddhata, tan waneh ibu sira katiga sangkana Wangsan sira Jaya Katha."
Artinya :
Setelah sedemikian lama beliau berada di sana ( Tumapei ) maka akhirnya Jaya Katha melahirkan 3 orang putra yang bernama Arya Wayahan Dalem. Yang ke dua, Arya katanggaran, dan ketiga yang terkecil bernama Arya Nuddhata, oleh karena ibu mereka berjumlah 3 (tiga ) orang, demikianlah keturunan Jaya Katta
Tersebutlah sekarang putra beliau yang Nomor dua yang bernama Arya Katanggaran mengambil istri dari keluarga Kebo Ijo. Yang mana akhimya perkawinan ini melahirkan Kebo Anabrang bcliau diberi nama Kebo Anabrang karena beliau diutus oleh raja Singosan ke daerah seberang Melayu dalam rangka memupuk persahabatan dengan kerajaan Melayu dan Sri Wijaya karena kedua ncgara ini memiliki angkatan Laut yang sangat.kuat dan Sri Wijaya adalah ncgara Marinlr Daiam rangka persahabatan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu dengan pasukan yang disebut cicngan nama pasukan Pamalayu ( 1275 1 292 ) Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah Melayu setelah menyelesaikan masa tugasnya maka setibanya di Singosari mereka tidak melihat lagi kerajaan Singosari, sehingga datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena kerajaan Mojopahit adalah di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan. pewaris langsung dan kerajaan Singosari. disamping Raden Wijaya juga mengawasi ke empat putra kerajaan Singosari.

Kedatangan Kebo Anabrang dari Melayu maka beliau membawa dua orang putri yang bernama Dara Petak dan Dara Jingga kedua puitri kerajaan Melayu ini dipersembahkan kepada Raden Wijaya. Dara Petak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya melahirkan putra bernama Kala Gemet. Sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di kerajaan Melayu.
Kedatangan pasukan Pemelayu ini membuat besarnya hati Raden Wijaya di kerajaan Mojopahit, oleh karena itu beliau menobatkan diri menjadi raja pada tahun 1294, seita di dampingi oleh Panglima perang Kebo Anabrang. Setelah bebcrapa lama Kebo Anabrang bertempat tinggal di Mojopahit, akhirnya beliau mengambi! istri dari keluarga ksatrya keturunan Singosari. Perkawinan dengan putri Singosari, melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan nama yang diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama julukan yang diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima perang, adalah Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha menghadapi musuh di medan perang. Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula julukan Kanuruhan saat beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke Bali, dalam rangka melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan karena jabatan beliau dalam Expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai Kanuruhan, yang lama kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.

I PERKEMBANGAN KELUARGA KANURUHAN DI BALI.

Tahun 1343 adalah mempakan tahun Expedisi ( penyerangan ) Gajah Mada ke tanah Bah, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banlen telah rnerasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin melcpaskan diri dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini dipenntah oleh seorang raja putri bernarna Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja raja Bali sangat erat hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri, schingga sangatlah sukar bagi raja Bali untuk inelepaskan din dengan raja Kedin. Utituk itu raja Bali mengadatan persekongkeian dengan raja Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan Blambangan dalam rangka bekerja sama untuk menggempur Mojopahit, dan kerja sama ini di tanda tangani oleh Maha Patih Pasung Grigis mengatas namakan raja

Pimpinan Expedisi ke tanah Bali, di pirnpin langsung oleh Gajah Mada beserta Arya Arya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan yakni Dari jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada. Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda Dari jurusan Selatan di pimpin oleh  Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.
Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:
  •  Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
  •  Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.
  •  Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemung
  •  Anggeh, dan Ki Tambyak,
  •  Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama
Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug Basur mati kepayahan kehabisan nafas. Bedahulu terkepung dari semua jurusan pertempuran berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak.

Pangeran Madatama pemimpin perang merupakan putra mahkota, kerajaan Bedahulu gugur dalam pertempuran dan gugurnya putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bedahulu dan akhirnya wafat. Pertempuran di lanjutkan oieh Ki Pasung Gerigis dan pasukan Ki Pasung Gngis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan Arya lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kcwalahan menghadapi pasukan Pasung Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk mcngadakan penindingan dengan Pasung Grigis. Pasung Grigis sarigat gembira karena itu terjadilah persahabatan dengan tentara Mojopahit. Pada saat terjadi perdamaian ini datanglah utusan dan Mojopahit, yaitu Kuda Pengasih yang merupakan adik sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kedatangan Kuda Pengasih ke Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kembali ke keraton Mojopahit Pada kesempatan yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dcngan membawa emas manik, sebagai tanda persahabatan. 

Setelah berada di Mojopahit Ki Pasung Grigis merasa dirinya tertipu, dimana ia menang perang, namun kalah taktik, karena menghadap Mojopahit berarti kalah total Pada saat Gajah Mada meninggalkan Bali, maka untuk keamanan pulau Bali, maka Gajah Mada menempatkan tentaranya di pulau Bali sebagai berikut:
  •  Arya Kuta Waringin di Gelgel
  •  Arya Kenceng di Tabanan.
  •  Arya BArya Dalancang di Kapal
  •  Arya Belotong di Pacung.
  •  Arya Sentong di Carang sari
  •  Arya Kanuruhan di Tangkas.
  •  Kryan Punta di Mambal.
  •  Kryan Punta di Mambal.
  • Kryan Jerudeh di Temukti.
  • Kryan Tumenggung di Patemon 
  • Arya Demung Wang Bang di Kertalangu. ( keturunan Kediri ). Arya Sura Wang Bang ( Keturunan Lasem ) di Sukahet.
  • Arya Wang Bang ( Keturunan Mataram ) di pusat Bedahulu.
  •  Arya Melel Cengkrong ( Jaran bhana ) di Jembrana.
  •  Arya Pemacekang di Bondalem.
Untuk meredakan hati Ki Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Gngis diangkat sebagai menteri kerajaan Bedahulu, namun tetap diawasi oleh Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis di perintahkan untuk menumpas gerakan raja Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang mgin melepaskan diri terhadap kerajaan Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama dengan raja Sumbawa dalam perang tanding.Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan pemerintahan di pulau Bali, walaupun sebahagian besar tentara Expidisi Gajah Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara Mojopahit kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang, sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang bukan merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi kacau karena munculnya pemberontakan - pemberontakan. Melihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan clan Ki Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Mojopahit dan mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah Bali, terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap Mojopahit. Setelah dinindingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang bernama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.

Kedatangan Dalem Ketut Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali ( Beliau dinobatkan pada tahun ” Yoga Munikang netra den ing Bhaskara ( 1274 Caka) maka beliau tidak memilih tempat di Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh Patih Ulung. 

Untuk melemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada mengirim beberapa pasukannya ke Bali , seperti : Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak dapat berbuat banyak.
Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur pemerintahan Bali seperti :
  • Raja (Penguasa tertinggi.)
  • Patih Agung.(Perdana Menteri)
  • Patih.
  • Bata Mantra (Tanda Manteri. )
  • Demung (Urusan Upacara )
  • Temenggung ( Pemimpin tentara Rakyat)
Di dalam mengatur pemerintahan, maka Arya Kanuruhan dan Arya Kuta Waringin mendapat tempat sebagai menteri Sekretaris Negara, karena kedua orang ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat pandai da!am ilmu pemerintahan Negara. Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Patih Agung , Arya Wangbang menjadi Demung. Demikianlah akhimya raja Kresna Kepakisan Wafat pada tahun caka 1302.

Tersebutlah sekarang Si Arya Kanuruhan yang menjadi Menteri Sekretaris Negara dan bertempat tinggal di wilayah Tangkas kini beliau telah menginjak masa tua dan beliau telah banyak menulis buku - buku tentang Sasana Mantri (job training dari masing - masing Mantri) oleh karena itu beliau selalu diikut sertakan sebagai pendamping raja guna memberikan pertimbangan sesuatu sebeium diputuskan oieh raja.
Sebagai generasi penerus yang dilahirkan oleh Arya Kanuruhan antara lain adalah:
  1.  Arya Brangsinga, anak yang tertua
  2.  Arya Tangkas, adalah putra beliau yang nomor dua 
  3.  Arya Pegatepan adalah putra beliau yang nomor tiga
  
Arya Brangsinga 

Putra beliau seperti tersebut di atas memiliki ilmu yang sama dalam pemerintahan negara oleh karena itu kesemua putra beliau dipergunakan sebagai pendamping raja. Sedangkan putra beliau yang tertua yaitu Arya Brangsinga diangkat oleh raja sebagai pengganti ayahanda Arya Kanuruhan sebagai menteri Sekretaris Negara. Yang sangat menyukarkan bagi Arya Brangsinga dalam pemerintahan, karena sang raja yang bergelar Dalem Hile kurang waras, sehingga akhimya banyak yang menyhadap dari Jawa tidak puas, oleh karena itu Arya Brangsinga akhimya mengadakan sidang kerajaan untuk mengambil keputusan untuk pengangkatan Dalem ketut Ngelesir menjadi Raja. Beliau Dalem Ketut Ngelesir, setiap hari pergi ke desa - desa untuk berjudi, berkat kebijaksanaan para Mantri maka akhimya beliau diketemukan di desa Pandak oleh Bendesa Gelgel dan disini beliau dimohonkan untuk menjadi raja, sehingga berdirilah kerajaan baru, yaitu kerajaan Gelgel, tahun 1305 Caka.

Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem Ketut Ngelesir mengangkat beberapa pendamping antara lain :
  •  Kryan Patandakan, menjadi Tanda Mantri.
  •  Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih.
  •  Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Arya Brangsinga yang berkedudukan sebagai Mentri Sekretaris Negara, lalu beliau mempunyai dua orang putra yang diberi nama :
-Kiyayi Brangsinga Pandita ( Anak pertama )
-Kiyayi Madya Kanuruhan, ( anak ke dua )
Kedua putra beliau ini sangat tampan dan memiliki ilmu pemerintahan yang sangat tingyi oleh scbab itu salah salu putra beliau yang bernama Kiyayi Brangsinga Pandita, dipercayakan sobagai pendamping raja Dalem Ketut Smara Kepakisan ( Dalem Ketut Ngelesir). saat beliau di undang untuk menghadap kepada Sri Maha Raja Hayam Wuruk di Kcrajaan Mojopahit, pada waktu raja Hayam Wuruk akan rrielakukan upacara Caradha, yaitu Upacara yang dilakukan setiap 12 tahun sekali dengan tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang raja - raja Mojopahit, disamping upacara ini sebagai upacara kcagamaan maka upacara ini mengandung pula arti politik dimana pada upacara ini menghadaplah para adipati dan raja raja bawahan dengan membawa upeti sebagai tanda patuh, sehingga raja Hayan Wuruh, martabatnya menjadi naik.

Pada saat menghadapnya raja Bali dihadapan Sri Baginda Hayam Wuruk, maka raja Bali mendapat pituah di dalam pemerintahan hendaknya berpegang teguh pada Manawa Dharma Castra, yang merupakan pedoman hukum di dalam menjalankan roda pemerintahan ; disamping itu maka Sri Baginda Maha Raja Mojopahit juga menganugrahkan keris kepada raja Bali yang diberi nama:
-Keris Canggu Yatra, karena keris ini dapat berputar-putar di desa Canggu.
-Keris yang diberi nama Naga Basuki,Yaitu keris yang berisi gambaran Naga Taksaka yang sangat sakti.

Setelah tiba di rumah yaitu pulau Bali, maka pemerintahan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kerajaan Mojopahit. Pada saat pemerintahan Dalem Watu Renggong di Gelgel, tersebutlah beliau Kiyayi atau Arya Brangsinga telah menjadi tua dan akhirnya beliau diganti oleh putra beliau yang tertua yaitu Arya ( Kiyayi) Brangsinga Pandita sebagai Manteri Sekretaris Negara. Karena mahirnya beliau di dalam ilmu ke Tata Negaraan maka beliau di berikan anugrah atau piagam oleh raja Dalem Waturenggong yang disaksikan oleh Brahmana - brahmana keturunan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.
Adapun isi piagam itu sebagai berikut:
Hai kita Brangsinga, kita tosing Ksattya, mangke Arya pwa pawakanta, apaart ira amatihi ingong, Ingong Iccha Pyagam, gagaduhan iawan kita, sinerating lapihan, maka pamiket baktin ta atuhan, Yeka wistrakena, ri santana prakti santananta kateka tekeng wekas, didine tan singsala ring ulah anawi, angamong manteri sasana, mwang sapratyekaning pati Iawan hurip, Ingong lugraha ri kita, aywa cawuh mwang bucecer, aywa predo, apan donating uttama ri kawanganta, mwah wus siddha linugrahan, de sang wawu rauh, apan mangkana mulaning Wilwatikta."
Arts bebas:
Hai engkau Brangsinga, kamu adalah ketuninan dari Ksatrya, sekarang kaniu kubenkan nama Arya karena kamu sangat patuh padaku ( Raja), aku akan membenkan piagam kcpadamu, yang kamu harus pegang atau tulis pada Icmpengan, sebagai landa baktimu kepada raja, itulah yang patut engkau ikuti, sampai dengan keturunanmu, agar jangan menimbulkan hal yang tidak baik didalam kamu mengabdi, kamu sewajarnyalah memegang kewajiban - kewajiban yang harus dilakvikan oleh para mcntcn (Menleri Sasana ) baik membenkan hukuman mati maupun hidup, hal ini aku serahkan scmuanya padamu, janganlah kamu bermain main, dan janganlah kamu lengah, oleh karena niaha utama penugrahanku ini.
Setelah diberikan anugrah yang maha suci oleh Sang Pandita Wawu Rawuh ( disaksikan ) karena dialah ( Brangsinga ) yang ikut datang dan menerima anugrah di Mojopahit. Demikianlah bunyi piagam yang diberikan oleh raja ( Dalem ) kepada keluarga Barangsinga yang diterima olch Kryan Brangsinga Pandita, dengan ucapan terima kasih di bawah duli tuanku raja semoga piagam tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan olch prati sentanan atau turunan hamba. Setelah lama Kiyayi Brangsinga berada di bumi maka beliau dimakan waktu dan menjadi tua dan akhimya mati. 
Sebelum beliau menmggalkan dunia ini, beliau telah memiliki 2 ( dua ) orang putra yaitu:
  1. Ki Gusti Singa Kanuruhan, beliau diangkat menjadi patih untuk melakukan perang. 
  2. Ki Gusti Madya Kanuruhan, beliau mengantikan ayah beliau menjadi Mantri Sekretaris Negara.
I Gusti Singa Kanuruhan yang menjadi Patih atau senapati beliau kawin dengan seorang wanita dari Padang Rata, dan berputra 3 ( tiga ) orang, dua laki laki dan satu perempuan yang diberi nama:
  1. Ki GustiBrangsinga Pandita (untuk mengenang nama kakek beliau)
  2. I Gusti Luh Padangrata.
  3. I Gusti Singa Padangrata 
Sedangkan 1 Gusti Madya Kanuruhan yang menjabat Mantn Sekretaris Negara daiam zaman pemerintahan Dalem Bakung, dan dari beliau ini mempunyai 3 ( tiga ) putra antara lain:
  1.  Ki Gusti Gede Singa Kanuruhan.
  2.  Ki Gusti Madya Abra Singa Sang San
  3.  Ni Gusti Ayu Brangsinga yang nanti dipakai istri olch I Gusti Ngurah Jelantik, ( cucu dari Jelantik Bogol) .
Tersebutlah kemudian Ki Gusli Madya Abra Singosari beliau ini mengganti-kan kedudukan ayahanda menjadi Menteri Sekretaris Negara, yang mana beliau mengambil istri dari Padang galak, akhirnya berputralah beliau yang diberi nama:
  •  Ki Gusti Luh Padang Galak.
  •  Ki Gusti Singa Lodra.
  •  Ki Gusti Kesari Demade.
  •  Ki Gusti Madya Kanuruhan
Karena setia beliau pada raja Dalem Bekung, dimana kesalahan yang dilakukan oleh Dalem Bekung mengenai masalah perempuan maka meletuslah pemberontakan baru yang dipimpin oleh Pande Base, sehingga raja Dalem Bekung melarikan diri yang pertama kearah Kapal dan kemudian pindah ke Purasi, disinilah beliau menetap beserta Kiayi Gusti Madya Kanuruhan.

Setelah Gelgel kosong naiklah menjadi raja Ida Dalem Anom Sagening. Dalam pemerintahan beliau sangat aman dan pembrontakan - pembrontakan mulai dipadamkan. Oleh sebab Ki Gusti Madya Kanuruhan mengikuti Dalem Bekung dan bertempat tinggal di Purasi maka sebagai Menteri Sekretaris Negara dalam pemerintahan Dalem Sagening adalah Ki Gusti Madya Abra Singosari.

Salah satu keturunan dari Brangsinga ini, ada pula di kirim ke tanah Lombok, setelah beliau mengalahkan musuh di Kuta. Adapun beliau ini bernama Ki Gusti Singa Padang Rata, putra dari I Gusti Brangsinga Pandita. Oleh karena 1 Gusti Brangsinga Pandita hanya memiliki satu putra, dan telah dikirim beperang ke tanah Lombok, maka beliau menjadi sepi yang akhirnya beliau kawin lagi dengan 1 Gusti Luh Padang Galak. Dari Perkawinan ini maka memperolehlah 3 ( tiga ) orang putra antara lain:
  1. I Gusti Padang Rata, yang nantinya ditempatkan di desa Tanggu Wisia.
  2. 1 Gusti Padang Galak.
  3.  Ki Gusti Podang Kanuruhnn, yang kemudian bertempat tinggal di Kuta
Diceritakan kemudian 1 Gusti Singa Lodra, putra dari I Gusti Abra Singosari, beliau pergi meninggalkan Gelgel menuju desa Blahbatuh , bersama dengan Kryan Jelantik yang masih merupakan ipar beliau, di Belahbatuh. Beliau bertempat tinggal di desa Brangsinga di sebelah Selatan dari kota Belahbatuh, disini beliau kawin lagi, maka beliau memperoleh putra tiga orang yaitu :
  1. Ki Gusti Sabranga, yang nantinya berdomisili di Seblanga ( Badung ).
  2. Ki Gusti Made Belang, beliau bertempat tinggal di Blangsinga ( Blahbatuh }
  3. I Gusti Padang Singa 
Dari Putra kedua yaitu Ki Gusti Made Belang, beliau di Blangsinga, barputra 1 Gusti Singa Padu. 1 Gusti Singa Perang. i Gusti Padang Singa. IGusti Singa Aryata.

Kcmbali kita membicarakan masalah Gelgel. Sepeninggal beliau I Gusti Singa Lodra, maka kedudukan sebagai menteri Sekretans Negara dipegang oleh putra beliau yang bernama:
  • Gusti Brangsinga Pandita.
  •  Ki Gusti Madya Kanuruhan
Suatu putra yang lain dari Brangsinga, adalah putra dari I Gusti Gcde Singa Kanunahan dan 1 Gusti Madya Abra Kanuruhan kedua putranya mengikuti penyerangan dalem Pemayun ke Purasi untuk membela Dalem Bekung yang di kup olehh Kryan Made dari ketumnan Kebon Tubuh.
Adapun putra lain yang dimiiiki oleh Singa Gede Kanurungan lalah:
I Gusti singa Nabrang, I Gusti Madya Abra Singosari, 1 Gusti Nyoman Singosari, 1 Gusti Singa Gara.
Adapun putra ke dua dan Singa Gede Kanuruhan, yang bemama I Gustas Made Abra Singosari beliau berputra : I Gusti Wayan singa kanuruhan, I Gusti Kesari Dimade I Gusti Nyoman Singa Rai, Ki Grusti Nyoman Singa Raga.
Sedang putranya yang bernama:
Ki Gusti Singha Anabrang, beliau aWiirnya menjadi kepala Desa Watwaya cli Karangasem, dan bertempat tinggal di Sclatan Pasar
Ki Gusti Nyoman Singosari beliau akhirnya bertempat tinggal di Menguwi, dan akhirnya beliau pergi ke desa Penebel, dan terakhir beliau bcriempat tinggal di desa Rangkan
Ki Gusti Singa Gara beiiau mernerintah di Subagan,
Putni putra beliau Abra Singosari seperti
Ki Gusti Wayan Singa Kanumhan, memerintah di desa Bulakan
Ki Gusti Kesari Dimade, memerintah di Ujung.
Ki Gusti Nyoman Singa Rai, memerintah di Desa Abyan Jero.

Pangeran tangkas
 

Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau berlugas ( mecndapat tugas ) dari raja sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas sipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu ( keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana.

Di Kertalangu inilah akhimya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas, beliau mempunyai seorang putra, yang bemama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan akibatnya Tangkas Dimade akhimya buta mengenai huruf sandi.

Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana ( hukum ) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja ( Dalem ) untuk membawa surat ke Badung ( Kertalangu ). Adapun isi surat ini adalah :
pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te -tih.

Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ; ” Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem ? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini ‘ Apakah dosamu terhadap Dalem ?, dan bingunglah ayahnya berpikir - pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau : ” Ya ayahku samasekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.

Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya ” Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja ( Dalem ), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kernatian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahnda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya - jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha.

Setelah selesai upacara mejaya - jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup.Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.

Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan : Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat.
Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja ) dan beliau berkata :
-Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali ?, Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu ? Katakanlah dengan cepat !
Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata : Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali.

Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh.Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menenma laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau ” Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri- yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.

Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu ( Badung ), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain - lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata : Marilah engkau dekat padaku Tangkas Berdatang sembahlah Tangkas, Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku ! Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja : ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, mariiah engkau dekat denganku. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.

Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau ( raja ) sebagaiberikut:

” Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu Apakah hai tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu ? Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas : ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri “. Mendengar ucapan. Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama , karena itulah beiiau berpikir - pikir
lalu bersabda:
Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah:
  •  Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri !
  • Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama  Ki Pangeran Tangkas Kori Agung
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas ialu berkata : Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk. sehingga hamba kena tulah ” dan hamba disebut langgana oieh seluruh jagat. 

Kemudian berkatalah Sang raja kembali’: ” Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan “
Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja, kemudian diambii olch Tangkas, lalu di bawa ke Badung, dan sampai di Badung, maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar, dengan mengundang banyak keluarga
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama "PANGERAN TANGKAS KORI AGUNG" Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali.

Di daiam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari keluarga Bendesa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah - tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhimya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali dan keturunan dan Jawa tetap terpelihara, oieh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali, dari pembrontakan - pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit.

Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oieh Patih Gajah Mada Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung Unluk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel. karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang mempakan pusal ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Geigel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel.

Menurut Babad Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut
Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki {tidak beranak laki - laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Danl agi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, Dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan - turunan kita dengan sebutan Bendesa Sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan - turunan beliau bila ada lahir dan beliau.
Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga. ” ( Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982 )
Demikjanlah kata - kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara - saudara sepupu dan mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara - saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung.

Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kori Agung, yang Juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Geigel, di samping tamu yang lainnya.
Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 ( empat ) orang putra dengan nama yaitu:
  1.  Pangeran Tangkas Kori Agung.
  2.  Bendesa Tangkas.
  3.  Pasek Tangkas
  4.  Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah ketuainan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya.
Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengnn raja dan masyarakat. 
Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:
  1. Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih - lebih                                  Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
  2. Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas                                  diberikan tanda jasa oleh raja berupa:                                                                                        
  • Tangkas Tidak Boleh Dihukum Mati                  
  • Tidak boleh dirampas artha bendanya.    
  • Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
  • Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmat kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.

3. Melakukan upacara yang ada di Besakih.

PEGATEPAN.
Putra dari Arya Kanuruhan yang nomor 3 (tiga ) adalah Kiyayi Pegatepan. putra beliau yang ketiga ini adaiah sangat cerdas, disamping sangat tangkasSebagai seorang prajurit kerajaan, maka Kiyayi Pegatepan mendapat tugas untuk mengamankan kekacauan yang ada di daerah Tianyar ( bekas daerah Ki Tunjung Tutur )Pada masa pemerintahan Dalem di Gelgel, maka pada waktu ini yang diberikan hak untuk menguasai dan mengamankan daerah Tianyar, adalah keturunan dari Sira Arya Gajah Para. Dua orang cucunya dan Sira Arya Gajah Para yaitu Kiyayi Ngurah Tianyar, dan adik kandungnya yang bernama Kiyayi Ngurah Kaler, dimana kedua kakak beradik ini mengadakan suatu persengketaan yang sangat hebat, dengan melibalkan beberapa pengikutnya di Tianyar yang menyebabkan kacaunya daerah Tianyar serta keamanan tidak terjamin.

Adapun permasalahan yang mcnimbulkan persengketaan sengit ini adalah masalah berselisih pendapat tentang jalannya pelaksanaan Upacara Pengabenan dari jenazah ayah mereka.Dengan memuncaknya perang yang sangat hebat ini maka keamanan di daerah ini sangat menyedihkan sehingga kekacauan ini sampai ditelinga raja di Gelgel. Untuk mengamankan dan mendamaikan kedua kakak beradik ini dikirimkannyalah pasukan dari Gelgel di bawah pimpinan Kiyayi Pegatepan. Kiyayi Pegatepan tiba di Tianyar, dengan pasukan pilihan masuk menyelusup ke wilayah pertempuran, akan tetapi pcrtempuran sukar di damaian, sehingga Kiyayi Ngurah Tianyar dan adiknya Kiyayi Ngurah Kaler, keduanya gugur di medan pertempuran. Gugurnya kedua saudara ini masing - masing meninggalkan istri mereka dengan anak yang masih kecil ( bayi ). Sedangkan Kiyayi Ngurah Kaler meninggalkan istri yang sedang mengandung.

Karena gugumya kedua cucu dan Gajah Para, dan keamanan beium terjamin sepenuhnya, maka atas perintah raja Kiyayi Pegatepan ditugaskan terus di Tianyar, sampai desa tersebut betul - betul aman Karena lamanya Kiyayi Pegatepan berada di daerah Tianyar, maka makin lama makin senanglah beliau memegang wilayah tersebut dan akhirnya beliau berketetapan hati untuk tidak meninggalkan wilayah tersebut. Di Wilayah Tianyar inilah beliau akhirnya mengambi! rabi/ istri yang nantinya melahirkan dua orang putra yang masing -masing putra beliau bernama

Putra pertama diberi nama Kiyayi egatepan Putra kedua Kiyayi Madhya Bukian
Karena lamanya beliau tinggal di Tianyar, maka kedua putranya ini masing -rnasing menurunkan keturunannya sedemikian banyak Kelurunan inilah terus tersebar ke desa dcsa, keseluruh pelosok wilayah Bali

Mengenai Saya

Pengikut